Krisis Subprime di Amerika Serikat
*Kalau Langit Masih Kurang Tinggi
Saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya "menceritakan"secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga,banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu sayabukan dokter. Saya coba:Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembangdi semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publikterus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya.
Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahulagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahuadalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik danlabanya harus terus meningkat.Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang,sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka.
Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau parapemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggidibanding waktu mereka beli dulu: untung.Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jualsaham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kianbanyak.Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik,terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih,terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut:hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, danseterusnya.Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan danstres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapikadang bisa rugi?Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target.
Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya. Mengapa? Pertama,agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapatbonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba danpertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaanbesar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Manabisa dengan gaji sebesar itu masih stres?Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian sepertitumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerusberkembang dan membesar.
Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain.Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baruternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil?Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilahpopulernya hostile take over.Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untukbikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapatjalan.Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy.
CEO dan paradirekturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun.Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintahhappy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karenadapat dukungan atau sumber dana.Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraanrakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya.Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisamembeli barang, ekonomi semakin maju lagi.Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisabikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negaralainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke ASyang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2triliun!Sudah lebih dari 60 tahun cara "membesarkan" perusahaan seperti itudilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. ASdengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia.Tapi, itu belum cukup.Yang makmur harus terus lebih makmur.
Punya toilet otomatis dianggap tidakcukup lagi: harus computerized!Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkatharus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajahharus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagiperusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat,dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yangkian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucingatau anjingnya juga punya rumah.
Demikian juga mobilnya.Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan belirumah?Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar?Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaanalat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar?Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisalebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar?Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980,pemerintah bikin keputusan yang disebut "Deregulasi Kontrol Moneter".Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkanmenggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan daribunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku duatahun kemudian.Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan,asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yangdimanfaatkan perbankan secara nyata.Begini ceritanya:Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacamundang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhisyarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meskitidak sama).Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambilmortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringankarena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yangterbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubainaik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syaratorang yang bisa mendapat mortgage.Dengan keluarnya "jalan baru" pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkanbunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapatpeluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker danbisnis lain yang terkait.Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka,ada lagi "jalan baru" yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni,tahun 1986.Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya:pembeli rumah diberi keringanan pajak.
Keringanan itu juga berlaku bagipembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau belirumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luarbiasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atauDenmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semuakeperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua jugaterjamin.Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastismenjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yangdisebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadidua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkatlagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun.Kata "mortgage" berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya:matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage,Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkankepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilanAnda belum lunas.Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumahitu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukanrumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itudianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumahtersebut.Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti LehmanBrothers?Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karenafasilitas pajak tersebut.
Fasilitas itu telah dilihat oleh "para pelakubisnis keuangan" sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan danmeningkatkan laba.Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitasmortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah.Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank.Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilikrumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage- kan lagi untuk membeli rumahberikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkankredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saatada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takutdalam memberi kredit rumah.Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalamundang-undang perbankan yang keras.Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan.Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan "bank jenis lain"yang disebut investment banking.
Apakah investment banking itu bank?Bukan. Ia perusahaan keuangan yang "hanya mirip" bank. Ia lebih bebasdaripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal:menerima macam-macam "deposito" dari para pemilik uang, meminjamkan uang,meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membelirumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan.Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! LehmanBrothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu.Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjamantanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnyakapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja:kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepadaorang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah "personal banking".Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yangmenawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, sayadapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit.
Biasanya saya tidaksanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu.Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu sayaserahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angkalebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidakmenawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow.Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanyaorang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurangmemenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage.Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan olehbesar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orangyang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orangbisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun.Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewatmortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa denganterus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematanpengeluaran.Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi,pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawarimortgage.
Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisadijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernahdipikirkan jangka panjangnya.Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disitasangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jualrumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumahitu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yanggagal bayar.Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkanrumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itumenjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yangberiktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu dominoyang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belumada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar.Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar,memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikanmasalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi?Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum maumenyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyakUSD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan negaraIndonesia dijadikan satu.Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah danrakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orangIndonesia yang "menabung"-kan uangnya di lembaga-lembaga investment bankingyang kini lagi pada kesulitan itu.Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya.
Rasanya tidakbanyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura,Hongkong, atau Tiongkok.Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salahsatu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkokakan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yangberarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secarabesar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*)